Hayatul Mursyida A1B110212
Rusmawati A1B110247
KEKUASAAN DALAM STRATEGI TUTUR
DALAM WACANA KELAS
A.
Representasi
Kekuasaan dalam pengendalian Topik Tuturan
1.
Representasi
kekuasaan dalam Pengenalan Topik Tuturan
Pengenalan topik tuturan merupakan tindakan kompleks. Tindakan itu
memerlukan kesesuaian tindak tutur dan waktu penggunaannya. Terkait dengan
pengenalan topik tuturan, Bublitz (1988:42) menyebutkan tiga kemungkinan terjadinya
pengenalan topik dalam percakapan, yakni (a) pada saat memulai percakapan, yang
dalam konteks itu peserta tutur memperkenalkan topik pertama setelah terlibat
dalam percakapan; (b)selama kegiatan percakapan, yang dalam konteks itu peserta
tutur mengubah topik sebelumnya dengan menutup dan menggantikannya dengan topik
yang baru; dan (c) setelah terjadi penyimpangan yang didahului oleh sejumlah
gangguan, misalnya interupsi.
Dalam percakapan sehari-hari,
terutama ketika para peserta tutur mempunyai kedudukan setara, penyaji topik
tuturan bisa silih berganti. Artinya, antara P dan T mempunyai kesempatan yang
sama untuk ambil bagian dalam mengenalkan topik tuturan. Namun, dalam wacana
kelas, pengenalan topik banyak dilakukan oleh guru. Dengan kekuasaan absah dan
kekuasaan kepakaran yang dimilikinya, guru mendominasi proses pengenalan
tuturan.
Berdasarkan hasil kajian ini terungkap sejumlah strategi pengenalan
topik tuturan dalam wacana kelas, antara (a) pengenalan topik tuturan dalam
strategi pemaparan langsung, (b) pengenalan topik tuturan dengan strategi
apersepsi, dan (c) pengenalan topik tuturan dengan negosiasi topik.
Masing-masing strategi tersebut mempresentasikan kekuasaan, yang tingkat
dominasinya sangat bergantung kepada ada tidaknya kebersamaan di dalam
pengenalan topik tuturan tersebut.
(a) Penyajian topik tuturan dengan strategi
pemaparan langsung ditandai oleh tindakan guru menyajikan topik tuturan, tanpa
upaya menanyakan kepada siswa tentang topik itu atau mengaitkannya dengan
topik-topik lain
Contoh:
Guru: [...] untuk pelajaran Geografi yang diberikan
semester ini adalah strategi keruangan desa, setelah itu dilanjutkan strategi
keruangan kota. (1) kemudian, tentunya ada desa dan kota yang terjadi
interaksi. (2) terjadinya interaksi ini juga kita kausai. (3) interaksi desa
dan kota, kemudian pertumbuhan, kemudia barulah industri. (4) Nah, kira-kira
itulah yang akan kita pelajari. (5) [...]
Siswa: (Mendengarkan secara tekun).
(Konteks:
dituturkan oleh guru memberikan pengarahan materi pada pertemuan awal
semester).
(b) Penggunaan strategi apersepsi biasanya
tidak terjadi dominasi penggunaan giliran tutur. Dalam konteks itu, guru
mendorong siswa untuk memiliki pemahaman awal terhadap topik tutran yang yang
diprkenalkan. Dengan demikian, ditinjau dari dominasinya, penyajian topik
tuturan dengan strategi apersepsi cenderung merepresentasikan kekuasaan lebih
humanis daripada strategi pengenalan topik secara langsung.
(c) Pengenalan topik tuturan yang dianggap
paling humanis adalah melalui strategi negosiasi topik tuturan. Melalui
strategi ini, biasanya guru tidak memaksakan topik tuturan yang akan
dibicarakan. Dalam strategi ini terjadi prinsip persetujuan bersama
antarpartisipan percakapan dalam penetapan topik.
Contoh:
Guru : Assalamu’alaikum wr.wb. (1)
Siswa : Waalaikum salam wr.wb. (2)
Guru : Untuk kesempatan kali ini seharusnya di
LAB. Karena Lab dipakai oleh
Kelas satu, kita tidak bisa
praktikum. (3) Nah, pada hari ini saya tawarkan, kita sebaiknya melakukan tanya
jawab untuk mengkaji ulang materi yang sudah kita bahas atau melanjutkan materi
berikutnya? (4)
Siswa :
tanya jawab saja, bu. (5)
Guru : baiklah,
kita tanya jawab untuk memperdalam pemahaman materi yang lalu. (6) Pada minggu
yang lalu kalian sudah mempelajari berbagai macam jaringan pada tumbuhan. (7)
coba, sebelum diskusi kita mulai, jaringan apa yang kamu ketahui? (8)
Siswa : Meristem.
(9)
Guru : jaringan
Meristem. (10) [...]
(Konteks:
dituturkan ketika guru mengawali kegiatan tanya jawab di kelas).
Penggunaan
strategi tersebut menciptakan kesetaraan dalam proses pembelajaran. Akan
tetapi, dari hasil kajian ini terungkap bahwa guru jarang menggunakannya.
Pengenalan topik di awal pembelajaran secara berturut-turut didominasi oleh
strategi langsung dan, strategi apersepsi baru strategi negosiasi. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pengenalan topik tutran dalam wacana kelas
mesih cenderung merepresentasikan kekuasaan yang dominatif.
2.
Representasi
Kekuatan dalam Pengembangan Topik Tuturan
Topik tuturan bukan saja dapat dikendalikan pengenalannya, tetapi juga
pengembangannya. Hasil kajian ini menun jukan bahwa pengembangan topik tuturan
dalam wacana kelas juga masih banyak dikendalikan oleh guru. Akan tetapi, sudah
tampak upaya guru untuk melibatkan siswa di dalam mengembangkan topik tuturan.
Berdasarkan hasil kajian ini terungkap berbagai strategi pengembangan topik
tuturan, antara lain (a) pemberian contoh, (b) pemberian argumentasi, (c)
pemberian perbandingan, (d) pemberian definisi, (e) pemberian rincian, (f)
pemberian tindakan proses, (g) pemberian klasifikasi.
(a) Pengembangan
topik melalui strategi pemberian contoh banyak digunakan dalam wacana kelas.
Penggunaan strategi ini dipengaruhi oleh topik tuturan. Ketika topik tuturan
memerlukan ilustrasi-ilustrasi untuk mmemberikan gambaran lebih konkret,
strategi pengembangan ini cenderung digunakan.
Contoh:
Guru :
[...] Berikut, yang kedua tadi fibrosa, matriknya berwarna apa? (1)
Siswa :
Gelap. (2)
Guru : Gelap,
kalau tadi jernih, transparan, ini gelap (3) Gelap contohnya pada
apa? (4)
Siswa : Persendian
tulang pinggang. (5)
Guru : Persendian
tulang pinggang. (6) [...] Yang ketiga elastis; elastis matriknya
berwarna apa? (7)
Siswa : Biru
kekuning-kuningan. (8)
Guru : kuning
keruh, (9). Contohnya apa? (10) [...]
(Konteks:
dituturkan ketika guru dan siswa melakukan praktikum di LAB)
(b) Penegembangan
topik dengan strategi argumentasi banyak dilakukan dalam proses pembelajaran
dikelas dan di laboraturium. Hal ini dapat dimaklumi karena wacana kelas
merupakan domain pendidikan yang menjadi salah satu tumpuan upaya pewarisan dan
pengembangan ilmu. Dalam rangka itu, guru menggunakan argumen-argumen untuk
menunjukkan dan meyakinkan kebenaran ilmu yang diwariskan kepada siswa.
Contoh:
Guru : Hafal
ndak? (1)
Siswa : Tidak.
(2)
Guru : Lo,
kok lulus? (3) . Hafal ndak? (4)
mengapa kamu sulit menghafalkan
Istilah-istilah
Biologi? (5) karena kamu tidak menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari, setiap makan makannya apa sih?
(6) Begitu minum, kamu
sudah tahu, wah ini mengandung Vitamin A dan
B. (7) Ingat, susu
mengandung zat lemak dan protein. (8) [...]
Siswa : (mendengarkan
tanpa memberi komentar).
(Konteks:
dituturkan ketika guru melakukan tanya jawab di kelas).
(c) Pengembangan
topik tuturan dengan strategi perbandingan juga sering dilakukan oleh guru.
Dalam konteks ini, topik tuturan di kembangkan dengan membandingkan unsur-unsur
yang menjadi jabaran topik tersebut. Ada dua kemungkinan bentuk perbandingan,
yakni perbandingan atas perbedaan atau kontras dan perbandingan atas kesamaan.
(d) Strategi
dengan pemberian definisi juga terungkap dalam pengembangan topik tuturan.
Definisinmenyatakan hakikat sesuatu, yang dilakukan melalui makna kata, sinonim
kata, atau definisi formal.
(e) Strategi
pengembangan rincian fakta termasuk sering pula dilakukan dalam wacana kelas.
Dalam strategi ini, pengembangan topik biasanya didahului dengan pengenalan
topik kemudian diikuti oleh detail penunjang yang berupa fakta-fakta.
(f) Strategi
proses pada dasarnya merupakan langkah-langkah melakukan sesuatu. Oleh karena
itu, ketika pembelajaran terarah kepada langkah-langkah melakukan sesuatu,
misalnya menerapkan rumus atau menghitung sesuatu, guru tampak menggunakaan
pengembangan topik dengan strategi proses. Dengan kekuasaan yang dimiliki, guru
bisa memberikan komando atau bimbingan untuk melakukan kegiatan-kegiatan itu.
(g) Strategi
terakhir yang juga tampak digunakan dalam pengembangan topik tuturan adalah
strategi klasifikasi. Pada dasarnya, klasifikasi merupakan upaya mengelompokkan
sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Penggunaan strategi tersebut dipersepsi
siswa mempresentasikan kekuasaan humanis. Walaupun kriteria klasifikasi berasal
dari guru, tetapi siswa merasa diberdayakan untuk mengisi slot-slot klasifikasi
tersebut.
3.
Representasi
Kekuasaan dalam Penutupan Topik Tuturan
a.
Representasi
Kekuasaan Dalam Penutupan Topik Tuturan pada Saat Proses Pembelajaran
Sama
halnya dengan pengenalan dan pengembangan topik, tindakan menutup topik tuturan
ini juga mempunyai strategi, yaitu penutupan topik dengan (a) strategi
konfirmasi pemahaman, (b) strategi penutupan langsung, (c) strategi pemberian
penguatan, (d) strategi interupsi, dan (e) strategi konfirmasi persetujuan.
(a) Strategi
konfirmasi pemahaman ditinjau dari aspek kekuasaan yang direpresentasikan,
penggunaan strategi tersebut dipersepsi siswa merepresentasikan kekuasaan
humanis. Dengan kekuasaan yang dimiliki, guru mempedulikan keadaan siswa dengan
melakukan konfirmasi tingkat pemahaman terhadap materi yang sudah diterimanya.
(b) Strategi
penutupan langsung juga terungkap dalam wacan kelas. Strategi ini ditandai oleh
tindakan guru menutup langsung topik dan menggantinya dengan topik baru.
(c) Strategi
yang dianggap merepresentasikan kekuasaan paling humanis adalah penutupan topik
dengan strategi pemberian penguatan. Dalam perspektif pembelajaran, penguatan
merupakan salah satu bentuk kekuasaan hadiah.
(d) Strategi
interupsi merupakan strategi menghentikan tuturan dengan memotong tuturan orang
lain.
(e) Strategi
konfirmasi persetujuan biasanya banyak digunakan oleh siswa ketika melakukan
diskusi kelas, dalam konteks diskusi biasanya penyaji melakukan konfirmasi
pemahaman terhadap gagasan/jawaban yang diberikan sebelum melanjutkan
pengenalan topik baru.
b. Representasi Kekuasaan dalam
Penutupan Topik Tuturan pada Saat Mengakhiri Pembelajaran
Secara
teknis, penutupan topik pada akhir pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu
tindakan pemberian pengarahan tentang penyelesaian pembelajaran. Ada dua aspek
yang penting dari penuturan tropik tutran pada saat pembelajaran berakhir,
yakni aspek kognitif dan aspek sosial. Berdasarkan hasil kajian ini terungkap
sejumlah strategi penutupan topik tutran yang digunakan oleh guru pada saat
pembelajaran. Strategi-strategi itu antara lain:
(a) Penutupan
topik dengan strategi menunjukkan jam telah berakhir. Strategi ini tampaknya
tidak selaras dengan dua fungsi penutupan sebagaimna dinyatakan diatas.
(b) Penutupan
topik dengan strategi memberikan rangkuman merepresentasikan kekuasaan lebih
humanis daripada dengan menunjukkan jam telah berakhir, strategi ini guru
secara terencana merangkum topik tuturan yang telah dibahas selama
pembelajaran.
(c) Penutupan
topik dengan strategi klarifikasi, ada dua penyebab mengapa strategi
klarifikasi dilakukan. Pertama, materi yang didiskusikan masih terjadi
kesalahan sehingga perlu pelurusan. Kedua, klarifikasi dilakukan karena
diantara para siswa masih terjadi perbedaan pendapat.
(d) Penutupan
topik dengan strategi pemberian tes, strategi ini dimanfaatkan guru untuk
melakukan umpan balik.
(e) Penutupan
topik dengan strategi memberikan tugas. Dalam proses pembelajaran, pemberian
tugas dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, misalnya untuk mempersiapkan siswa
menhadapi pembelajaran yang akan datang.
(f) Penutupan
topik dengan strategi memberikan komentar kkritis, cenderung digunakan ketika
guru harus memberikan komentar terhadap pelaksanaan diskusi ataupun presentasi
siswa secara individual.
B. Representasi Kekuasaan dalam Interupsi
Interupsi
merupakan bentuk pelanggaran kaidah giliran tutur. Interupsi terjadi ketika T
mulai bertutur, padahal P masih belum selesai bertutur. Oleh karena itu,
menurut Coates (1991: 91), interupsi merusak kesetaraan model percakapan karena
menginterupsi menghalangi P dari penyelesaian tuturan mereka dan pada saat yang
sama T memenangkan sebuah giliran untuk dirinya sendiri.
Atas
dasar karakteristik itu, para penganalisis wacana cenderung menganggap interupsi
sebagai suatu tindakan dominasi daripada ketidakmampuan interaksional.
Oleh karena itu, dalam wacana kelas bisa terjadi
intrupsi dari siswa kepada siswa lain, dari guru kepada siswa, tetapi tidak
pernah dari siswa ke guru. Akan tetapi, dalam budaya yang egaliter, mungkin
saja siswa mengintrupsi tuturan guru.
Tujuan tutur yang berpengaruh terhadap representasi
strategi kekuasaan dalam wacana kelas tentunya tujuan yang terkait dengan aspek
pendidikan dan pengajaran.
Sekolah
merupakan suatu domain berfungsi ganda: sebagai tempat mengajar, dan sekaligus
sebagai tempat mendidik. Oleh karena itu, ketika siswa bertutur tidak
memperhatikan mitra tuturnya, guru mnggunakan kekuasaan absahnya untuk
memperbaikinya sikap yang tidak baik itu. Salah satu strategi untuk
memperbaikinya adalah dengan melakukan tindakan interupsi.
Dalam
proses pembelajaran penggunaan teknik diskusi bukan hanya sarana untuk
memudahkan siswa menguasai substansi pembelajaran, tetapi juga sarana untuk
membentuk kompetisi siswa agar mampu berdiskusi dengan baik. Untuk itu, ketika
terjadi diskusi, guru akan melakukan interupsi jika ada perilaku siswa yang
tidak selaras dengan rambu-rambu diskusi.
C. Representasi Kekuasaan dalam Overleping
Sebagai
pakar cenderung membedakan interupsi dan overleping . Zimmerman dan West (1975)
dan Schegloff (1987) (dalam Tannen, 1994:57), misalnya, menyatakan bahwa jika T
mulai bertutur pada TRP, hal itu dianggap sebagai overleping. Oleh karena itu,
Coates (1991:99) menganggap bahwa overleping tidak melanggar giliran tutur,
sedangkan interupsi melanggar giliran tutur.
Bila dibandingakan denga interupsi, overleping
tersebut cenderung merepresentasikan kekuasaan lebih humanis. Kehumanisan
kekuasaan tersebut terjadi karena overleping tidak merusak kesetaraan percakapan
dan uga tidak memutus hak siswa untuk menuntaskan tuturannya.
Tampaknya,
overleping bukan hanya digunakan oleh guru ketika siswa menjawab salah, tetapi
ketika siswa menjawab betul pun guru juga cenderung melakukan overleping.
Siswa kadang-kadang bisa melakukan overleping. Akan
tetapi, gejala itu sangat ditentukan oleh tingkat keakraban dan gaya mengajar
guru. Ketika guru menerapka keakraban dan kesetaraan dalam mengajar, siswa
tidak merasa canggung untuk melakukan overleping. Sebaliknya, jika guru mengajar
menjaga jarak, menunjukan sikap formal, dan menerapkan kekuasaan acuan,siswa
justru cenderung pasif dan tidak ada inisiatif untuk malakukan overleping.